Babad adalah sejenis teks dari Jawa dan Bali yang berhubungan
dengan sejarah.
Menurut sejarahwan M. C. Ricklefs, babad Jawa beragam dari segi
ketepatan, namun sejumlah di antaranya dapat dianggap agak tepat dan sumber
sejarah yang berarti[1]
Dalam KBBI offline 1.1
menyebutkan bahwa babad adalah Sastra kisahan berbahasa Jawa, Sunda, Bali,
Sasak, dan Madura yg berisi peristiwa sejarah, cerita sejarah, riwayat,
sejarah, tambo, hikayat: misalnya: Tanah Jawa
Pajang
sendiri adalah nama sebuah kerajaan yang dipimppin oleh Jaka/Joko tingkir (Mas
Karébét) pada tahun 1549-1582
Babad
pajang adalah salinan dari Serat Babad Jaka Tingkir yang ditujukan untuk
mengawali kehidupan ini agar selalu bertingkah laku baik.
Dibuat
pada hari Minggu diawali penurunannya, bulan sapar tanggal 22 jam 11. Sangat
bintang Mustari bersamaan tuan Jimawal windu Sancaya. Mangsa ketiga menurut
hitungan bulan Jawa tanggal 16 ditandai sengkala “Sang Mahamuni Anata Goraning
Rat” atau taun Jawa 1648.
Menurut
hitungan tarikh Nabi ditandai dengan sengkalan “Pandhita Agung Sinembah ing
Jagad kabeh” atau taun 1237. Bulan Agustus Masehi tanggal 23 ditandai sengkala “Trus
Sinembah Sariraning Ratu”, Taun 1820.[2]
Diceritakan
raja Majapahit yang terakhir adalah Prabu Brawijaya V konon berdirinya kerajaan
Majapahit hingga 100 tahun lamanya dan Prabu Brawijaya V sewaktu kecil bernama
Raden Alit.[3]
Cerita ini dimulai sewaktu Prabu Brawijaya V meloloskan diri dari keraton
Majapahit (Muksa, Musna tak diketahui kemana perginya masih hidup atau mati ).
Hilang
dari manusapada (dunia) ini, beliau mempercepat ke lama muksapada (lawan kata
dari manusapada), tiada karena “mati”, akan tetapi beliau musna beserta badanya[4]
Konon
orang yang mampu hilang dalam arti muksa atau musna tidak diketahui kemana
perginya apakah mati atau hidup adalah orang yang mempunyai darah biru.
Prabu
Brawijaya muksa beserta sepertiga punggawa Majapahit dan tergolong lanjut usia.
sedangkan para pemuda diperintahkan untuk tetap tinggal di Negara Majapahit
dengan harapan untuk meneruskan generasi berikutnya dan Prabu Brawijaya
memerintahkan untukmasuk Agama Islam yang luhung itu. Awal masuknya Agama Islam
di Majapahit dengan ditandai sengkalan “Sirna Ilang Kertaning Bumi” atau Hilang
musna ketentraman dunia” atau tahun 1400 A.J. (1478 A.D.) [5]
. pada waktu itu terbagi menjadi 3 daerah yaitu Benang, Giri, dan Demak. Adapun
raja yang tertua pada waktu itu adalah Prabu Anyakrabumi atau jeng Sunan
Benang, Juga disebut Sri Maharendra wadat (tidak beristri, membujang), juga
bernama Sang Mahadimurti. Beliau adalah seorang Wali-Kutub Ghosul Alam Kutub Rabani berkedudukan di Benang, beliau juga
disebut Sang Adiningrat. Raja yang kedua masih ipar dari Raja yang pertama
(Sunan Benang), bernama Prabu Satmata, juga disebut Kanjeng Sunan Giri, Ratu
Tunggal, juga dinamakan Mustapa Purbaningrat, dinamakan juga Jeng Sunan Kutub
Aotad. Beliau adalah pucuk Pemerintahan di seluruuh Tanah Jawa.
Untuk kelanjutanya silahkan baca karya Moelyono Sastronaryatmo “Babad Jaka
Tingkir” tahun 1981 di Perpustakaan - perpustakaan Nasional karena buku ini
tidak diperjual belikan tebalnya 362.
No comments:
Post a Comment